Pasangan Isran Noor - Hadi Mulyadi memimpin Kalimantan Timur mulai 1 Oktober 2018 sampai dengan 1 Oktober 2023 yang artinya mereka telah memimpin Kalimantan Timur sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur selama lebih dari 3.9 Tahun terakhir dan masih menyisakan waktu sekitar 1.2 Tahun (14 Bulan) namun telah menunjukan banyak sekali kemajuan-kemajuan dan capaian-capaian dalam mewujudkan visi-misinya yakni "Berani Untuk Kalimantan Timur Berdaulat".
Meskipun dalam masa kepemimpinan Isran - Hadi terjadi Pandemi Covid-19 yang berakibat melambatnya pencapaian visi-misi nya, ditambah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara alias UU Minerba, dimana perizinan dan pengawasan pertambangan diambil alih oleh pemerintah pusat, membuat semakin sulitnya posisi "daerah penghasil" yang menyertai lahirnya UU tersebut semisal terkait rusaknya infrastruktur jalan-jalan nasional/provinsi/kab/kota, pendangkalan DAS dan banjir akibat langsung mapun tidak langsung dari pertambangan serta terbatasnya upaya pengawasan dan perbaiakan yang bisa dilakukan, mengingat kewenangan tersebut ada di pemerintah pusat.
Ditengah berbagai permasalahan yang tersebut diatas, Kaltim dibawah kepemimpinan seorang Isran Noor tetap dapat mencapai target-target yang ada. Sebut saja contoh sederhana terkait kesejahteraan masyarakat Kaltim, berdasarkan data dari BPS, bahwa Persentase Penduduk Miskin hingga September 2021 turun menjadi 6,27 persen dimana terlihat jumlah penduduk miskin di pedesaan menunjukkan perbaikan. Menurun 0,27 persen poin terhadap Maret 2021 dan menurun 0,37 persen poin terhadap September 2020. Dan tentunya masih banyak sederet prestasi yang bisa masuk dalam Rapor Biru Isran Noor selaku Gubernur Kalimantan Timur.
Namun, satu prestasi terbesar atau Rapor Biru yang berhasil ditorehkan Isran Noor adalah terpilihnya Kalimantan Timur sebagai lokus Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Sang gubernur yang juga seorang negarawan, seorang leader, seorang pejuang rakyat, dan seorang yang humanis, berhasil meyakinkan Presiden Joko Widodo, berhasil meyakinkan para menteri dan pembantu presiden lainnya, berhasil meyakinkan partai-partai koalisi untuk memilih Kalimantan Timur.
Gubernur DKI Jakarta beserta jajarannya tentu juga berusaha meyakinkan pemerintah pusat bahwa Jakarta masih sangat layak untuk menjadi Ibu Kota Negara, Pusat Pemerintahan dan Pusat Ekonomi serta Bisnis. Begitu pula 10 gubernur provinsi lainnya beserta timnya masing-masing yakni Jawa Barat (Jonggol,Sentul, dll), Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah (Palangkaraya), Kalimantan Selatan (Tanah Bumbu), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Mamuju) dan Sulawesi Tengah.
Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, berhasil mengalahkan "jualan" atau "dagangannya" serta argumentasi gubernur-gubernur lainnya yang juga mengincar untuk menjadi lokus IKN Nusantara. Isran Noor punya cara yang unik dan outside the box untuk meyakinkan presiden Joko Widodo beserta jajaran pemerintah pusat. Isran Noor punya strategi jitu bagaimana cara untuk merebut dan mengambil hak-hak kesejahteraan masyarakat Kaltim yang selama ini sulit didapatkan. Dengan berhasil direbutnya lokus IKN Nusantara, maka multiplayer effect nya sudah mulai bisa dirasakan masyarakat Kalimantan Timur saat ini, misalnya dengan beralihnya status pengelolaan dan perawatan jalan-jalan provinsi, kab/kota menjadi jalan nasional.
Baca juga : IKN Nusantara Jatuh di Kaltim, Mengapa?
Isran Noor percaya dan meyakini, dengan menghibahkan sebagian wilayah Kalimantan Timur untuk IKN Nusantara "tanpa syarat" sebagai bentuk pembuktian kecintaan masyarakat Kalimantan Timur terhadap NKRI. Dan atas penyerahaan tersebut, maka sudah sewajarnyalah infrastruktur Kaltim mendapat perhatian dan prioritas lebih dari provinsi lainnya.
Andai Isran Noor tidak bisa meyakinkan pemerintah pusat, bahkan tidak bisa memberikan jaminan terkait ketersediaan lahan/tanah untuk IKN Nusantara, dan yang lebih penting lagi terkait jaminan keamanan dan kondusifitas Kalimantan Timur, maka niscaya Kalimantan Timur (Sepaku-Samboja) tidak akan dipilih menjadi IKN Nusantara. Atau andaikan Isran Noor memiliki pemikiran seperti sebagian masyarakat yang menolak pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta, maka bisa dipastikan IKN yang baru tidak pernah akan terwujud hingga saat ini.
Kritikan bagi seorang negarawan seperti Isran Noor pastinya sudah merupakan hal yang biasa, dan tidak harus ditanggapi emosional dan berlebihan, karena bagi Isran Noor keritikan itu pastinya merupakan feedback atas kebijakan yang bisa dijadikan alat untuk refleksi dan perbaikan untuk kedepannya, terlepas dari niat dan maksud dibalik kritikan-kritikan yang ada. Dan tentunya tidak semua kritikan harus ditanggapi secara langsung, namun bisa melalui upaya-upaya dan usaha-usaha nyata yang dilakukan dan terus berproses kearah yang lebih baik.
Dan salah satu cara seorang Isran Noor yang humanis dan faham psikologis masyarakat yang sudah tertekan selama Pandemi Covid-19 , menyikapi masukan, kritikan dan diskusi dengan media serta masyarakat yang ditemuinya acap kali mengundang tawa dengan joke-joke ringan, terkadang juga bersifat satir, dan sesekali tampak serius.
Sehingga, tidak sedikit yang optimis meramalkan bahwa Isran Noor adalah The Next President !
Proud of you Mr. GoodBener !
Fathur Rachim
Penulis & Pengamat Kebijakan Publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar