Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2022). Dengan demikian, rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke "Nusantara", Kalimantan Timur, telah memasuki babak baru. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara tersebut telah menjadi pintu masuk bagi masyarakat Kaltim untuk "mengambil haknya", benarkah demikian?
Rakyat Kaltim melalui berbagai ormas kedaerahan (misal:GRKB) termasuk pemerintahan daerah yang ada baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah berulangkali meminta hak lebih atas kekayaan alam yang "dikeruk" dari bumi Kalimantan Timur untuk Indonesia yang nilainya mencapai 500 Triliun per tahun.
Nilai yang mencapai 500 Triliun tersebut jika dibandingkan dengan yang kembali ke Kaltim sangat jauh panggang dari api. Sebagai gambaran, APBD Kaltim 2021 berkisar Rp 11,61 triliun, dengan rincian pendapatan direncanakan sebesar Rp 9,58 triliun yang terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 5,39 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp 4,18 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 12,27 miliar. Sementara itu APBD Kaltim Tahun 2022 disetujui sebesar Rp 11,5 triliun dengan rincian pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 6,58 triliun, Pendapatan Transfer sebesar Rp 4,26 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah senilai Rp 12, 598 miliar.
Dari angka tersebut sebagian besar didominasi dengan pengeluaran rutin seperti gaji pegawai, BBM kendaraan dinas, ATK kantor, biaya operasional, dan lain-lain. Sehingga memang jika ingin melihat wujud pembangunan dalam bentuk infrastruktur akan sangat sulit sekali dengan alokasi anggaran terbatas tersebut. APBD yang diterima Kaltim dari tahun ketahun sepertinya belum pernah lebih Rp15 triliun, sedangkan provinsi besar di Pulau Jawa dapat mencapai 3 digit (ratusan triliun).
Artinya jika berharap Kaltim Maju dan Modern dengan DBH minyak dan gas bumi (Migas) maupun sumber daya alam lainnya yang diterima Kaltim yang hanya berkisar maksimal 15 persen seperti selama ini didapatkan akan sangat sulit. Perjuangan peningkatan pendapatan untuk pembangunan melalui DBH dan HKPD pun acap kali mengalami jalan buntu.
Salah satu hal yang paling mendasar karena hitung-hitungan DBH dan HKPD ini adalah jumlah penduduk, karena faktor pengalinya adalah populasi atau jumlah penduduk yang ada di Kaltim. yang hanya berkisar 4.7 juta jiwa. Sehingga provinsi dengan jumlah penduduk besar akan terus diuntungkan seperti pulau jawa.
Sehingga alternatif agar Kaltim mendapatkan "jatah" lebih, jika tidak boleh disebut meminta hak-nya, maka paling tidak harus ada program atau proyek strategis nasional di wilayah Kaltim agar dapat memperoleh hak tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Maka IKN merupakan salah satu pintu masuk yang ada dan bisa mewujudkan keinginan masyarakat Kaltim akan adanya pembangunan dan pertumbuhan di Kaltim, karena sumberdaya nasional dengan sendirinya akan dipusatkan di Kaltim.
Namun, perlu diperhatikan juga bahwa IKN Nusantara adalah "wilayah otonom baru". Artinya konsentrasi sumberdaya nasional akan beralaih ke Kaltim atau ke IKN Nusantara? Jika beralih ke IKN Nusantara maka mungkin tidak akan berdampak secara langsung kepada SELURUH wilayah Kaltim. Andai pun akan berdampak maka mungkin perlu beberapa puluh tahun kedepan karena terkait skala prioritas, terlebih jika Kepala Badan Otorita dan jajarannya tidak ada unsur-unsur masyarakat dan tokoh-tokoh Kaltim sebagai "play maker" IKN Nusantara.
Sebagai gambaran sekaligus informasi bahwa salah satu yang diatur dalam UU IKN Nusantara ialah perihal kedudukan dan kekhususan, serta bentuk, susunan, kewenangan, dan urusan pemerintahan IKN. dimana Pasal 5 UU tersebut menyebutkan bahwa IKN Nusantara berfungsi sebagai ibu kota NKRI yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pusat, serta tempat kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional. "Sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Undang-undang ini,"
Kemudian, didalam Pasal 8 disebutkan bahwa penyelenggara pemerintahan daerah khusus IKN Nusantara adalah Otorita IKN Nusantara. Otorita IKN Nusantara merupakan lembaga setingkat kementerian yang beroperasi paling lambat akhir tahun 2022. "Otorita IKN Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita IKN Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR," bunyi Pasal 9 Ayat (1) UU IKN. Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama. Adapun Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara pertama bakal ditunjuk dan diangkat oleh Presiden paling lambat 2 bulan setelah UU IKN diundangkan.
Selanjutnya, pada Pasal 13 dikatakan, IKN Nusantara dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilu. "IKN Nusantara hanya melaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, Pemilu anggota DPR, dan Pemilu anggota DPD," demikian Pasal 13 Ayat (1) UU IKN.
Dengan demikian memang tidak ada tawar-menawar lagi bahwa Badan Otorita dan Badan Pengawas IKN Nusantara termasuk sub-sub elemen yang ada didalamnya perlu dan HARUS ada keterwakilan Masyarakat dan Tokoh-Tokoh asli Kaltim agar bisa membantu mengawal proyek strategis nasional ini , agar berjalan dengan lancar, meminimalisasi gesekan, dan agar daerah-daerah penyangga benar-benar dapat merasakan langsung kehadiran dan keberadaan IKN Nusantara serta berdampak bagi mereka.
Untuk itu sebagai bukti keseriusan pemerintah pusat terkait IKN Nusantara ini maka :
- Kepala Badan Otorita IKN Nusantara hendaknya "orang asli Kaltim atau orang Kalimantan" dan menjauhi calon-calon yang kontroversial karena hanya akan menghabiskan "batrei" dan menambah potensi masalah di IKN.
- Dewan Pengarah / Badan Pengawas IKN Nusantara mestinya juga melibatkan sultan-sultan kesultanan-kesultanan yang ada di pulau Kalimantan seperti Sultan Kutai, Sultan Paser dan Sultan Banjar dimana lokus IKN berada dan tentunya Gubernur Kaltim
- Adapun SDM yang digunakan mulai tahap perencanaan dan pembangunan serta pasca pembangunan sedapat dan semaksimal mungkin melibatkan dan menggunakan putra-putri daerah di Kaltim khususnya dan Kalimantan pada umumnya dengan pendekatan afirmatif.
- Memperhatikan seluruh daerah penyangga IKN Nusantara baik langsung maupun tidak langsung yang ada di seluruh wilayah Kaltim sebagai bentuk "persekot" atau "uang muka" atau "keseriusan" pemerintah pusat, misalnya dengan segera juga mengalokasikan anggaran untuk perbaikan dan peningkatan jalan-jalan nasional yang rusak parah serta jalan-jalan provinsi, contohnya yang terdekat jalan bontang-samarinda, bontang-sangatta, sangatta-berau, sangkulirang-berau, Tenggarong-Melak hingga perbatasan Malaysia di wilayah Mahakam Ulu serta Penajam hingga Paser dan perbatasan Kaltim-Kalsel. Dan jangka panjangnya tentu kita berharap akan terhubung langsung dengan Kalsel, Kalteng, Kalbar, Brunai dan Sabah.
- Pembangunan yang ramah lingkungan dan memperhatikan kearifan dan budaya lokal serta hak-hak adat
Terkait penolakan dan yudisal review terhadap IKN Nusantara itu adalah hal wajar dalam negara demokrasi dan ini malah bisa menaikan bargaining Kaltim untuk mendorong pusat memenuhi tuntutan dan aspirasi-aspirasi tersebut diatas.
Semua hal-hal tersebut juga sudah disampaikan kepada berbagai pihak termasuk kemarin saat fungsionaris GRKB dan bersama beberapa organisasi sosial masyarakat seperti HIPPER Indonesia, Laskar Benua Kalimantan, PUSAKA, Forum UMKM Kaltim, dan beberapa ormas lainnya di Mercure Hotel bertemu Tim Riset IKN dari pusat yakni Prof. Ikhsan dan Prof. Imran.
Dan GRKB bersama HIPPER Indonesia serta Laskar Benua Kalimatan terus berupaya membuka ruang diskusi dengan berbagai pihak untuk kemajuan bersama.
Penulis,
Fathur Rachim
https://www.hipper.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar